KOMUNITAS BMX MALANG
Mereka biasa beraktivitas di jalanan.
Menggunakan arena apa saja yang mereka mau. Tidak peduli orang lain menganggap
urakan, anak-anak muda ini merasa apa yang mereka lakukan adalah positif.
Mereka tergabung dalam Throwtowar, sebuah komunitas yang mewadahi penggemar
sepeda BMX. Siang itu, bertempat di halaman parkir pusat perbelanjan @MX Mall,
sekitar delapan anak muda tampak asyik dengan sepeda BMX-nya. Sesekali mereka
mencoba memamerkan trik-trik yang dikuasai. Mulai dari jumping, sampai dengan
memutar-mutar kemudi sepeda. Melakukan atraksi dengan sepeda, menjadi satu
rutinitas bagi anggota komunias Throwtowar. Sejatinya, komunitas BMX ini sudah
dirintis sejak era 80-an. Tapi dalam perkembangannya, komunitas ini sering
berganti nama. Begitu pun dengan anggotanya yang keluar-masuk. ”Nama Throwtowar
mulai digunakan sejak 2009 lalu,” kata Ricky Yabda Shona, anggota komunitas.
Nama
Throwtowar, terkesan seperti bahasa Inggris. Tapi bila dicari di kamus manapun,
tidak ada kosa kata seperti itu. Throwtowar bisa dikatakan sebagai bahasa slank
dari kata trotoar. Ini merujuk aktivitas bersepeda mereka yang sering dilakukan
di trotoar. Atau bisa menjadi simbol bagi komunitas yang menghabiskan aktivitas
di jalanan. Ricky mengatakan, di komunitas yang tidak mengenal struktur
organisasi itu tercatat ada lebih dari 60 anggota. ”Tapi dari jumlah itu, yang
aktif dan rutin ngumpul hanya sekitar 20-an,” kata mahasiswa Fakultas Ilmu
Administrasi (FIA) Universitas Merdeka (Unmer) itu. Pemuda 25 tahun itu
menambahkan, Throwtowar menjadi wadah bagi para pecinta street BMX di Kota
Malang. Anggotanya, kebanyakan adalah anak-anak muda usia kuliah. Namun, ada
juga yang berusia 30 tahun dan sudah bekerja. Tidak ada syarat-syarat khusus
masuk Throwtoar. Asal memiliki BMX dan suka dengan aktivitasnya, Throwtoar
menerima dengan tangan terbuka. Hampir setiap hari, komunitas ini berkumpul dan
menggelar latihan. “Asal tidak hujan, kita tiap hari latihan,” kata dia.
Tempatnya, bisa dimana pun. Tapi yang paling sering, mereka biasa berlatih di halaman
gedung Samantha Krida Universitas Brawijaya (UB). Nah, terkait tempat berlatih
inilah yang menimbulkan keprihatinan Throwtoar. Sebagai kota yang cukup besar,
Malang tidak memiliki fasilitas arena untuk BMX. Jauh tertinggal dengan
Surabaya yang sudah memiliki Skate & BMX Park di Ketabang, bersebelahan
dengan Monumen Kapal Selam (Monkasel).
Arena
bermain untuk pecinta skateboard dan BMX itu diresmikan pada 2010 lalu.
“Bahkan, Kediri baru-baru ini juga punya arena sendiri untuk BMX. Pemkot Malang
dari dulu cuma janji-janji saja, tapi tidak ada realisasi,” tandas dia. Karena
itu, Ricky mengatakan, jangan salahkan komunitas BMX Malang jika mereka bermain
di sembarang tempat. “Misalnya main di trotoar. Seharusnya itu hanya untuk
pejalan kaki. Tapi kami tidak punya pilihan lain. Lha, mau main dimana lagi,”
tanyanya. Lebih lanjut, Ricky juga tidak sependapat dengan anggapan miring
masyarakat mengenai komunitas BMX. Oke, dari penampilan, mereka memang sedikit
nge-punk. Tapi sebenarnya, bila dicermati, tidak ada yang salah dengan
aktivitas mereka. Toh, apa yang mereka lakukan, sekaligus sebagai sebuah
kampanye hidup sehat, lewat olah raga bersepeda. ”Banyak anggota kami yang juga
meraih prestasi dalam berbagai kejuaraan BMX,” lanjut dia.
Sekian artikel saya yang ke-49, berikutnya
saya akan membahas tentang Komunitas sepeda BMX Bali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar