Senin, 17 Desember 2018

KOMUNITAS SEPEDA GUNUNG MEDAN



KOMUNITAS SEPEDA GUNUNG MEDAN
MINGGU pagi jadi hari paling ditunggu bagi ratusan pese­peda yang tergabung di Medan Cycling Club (MCC). Kilometer Nol, persisnya kawasan Kantor Pos Besar Medan dijadi­kan titik kumpul. Tepat pukul 07.30 WIB, mereka ber­gegas menuju jalur yang sudah disepakati, bisa ke rute mendaki menuju Namo­rambe, Sibolangit, atau Talunkenas, bisa juga menyusuri jalanan mulus beraspal.
Jalur mulus di inti kota hingga ke objek wisata Pantai Cermin sudah sering dilalui, pun jalur arteri menuju KNIA dan memutar dari Lubuk Pakam untuk kembali ke arah Medan. “Kalau jalanan mulus sudah tidak terhitung jarak yang dilalui, Bang. Termasuk jalur menuju puncak di Berastagi dan Kabanjahe,” ungkap Ketua MCC Ahmad Hadi Said kepada Analisa, Jumat (2/2).
Bersama ratusan anggotanya, di penghujung tahun lalu, MMC bahkan menempuh rute panjang hingga 250 kilometer, dari Medan-Berastagi-Kaban­jahe-Merek-Raya-Pema­tangsiantar dan kembali ke Medan. Menggembirakan, anggota tertua di MCC, H Nazmi (73) juga turut dalam tur  tersebut. “Yang ikut rata-rata umurnya di atas 50-an tahun”.
Tur itu mengulangi kesuksesan dua tahun sebelumnya, yakni berjarak 180 km dengan rute Parapat, Pema­tangsian­tar, Tebingtinggi, Dolok­masihol, Ga­lang, Lubuk Pakam, dan Medan dengan waktu tempuh 10 jam bersepeda.
Khusus tur mengelilingi kawasan Danau Toba, akhir Maret mendatang akan kembali mereka gelar. Meski tidak terjadwal rutin, tur mendatang merupa­kan kali keempat mengitari Pulau Samosir. “Kali ini rutenya dirubah, dari Medan ke Tele-Panguruan-Nainggolan-Tomok dan kembali ke Medan,” papar Said.
Bagi warga Sumut, nama MCC sudah sangat dikenal. Komunitas bersepeda yang mengandalkan kekuatan dengkul untuk memacu mountain bike (MTB/sepeda gunung) tidak pernah absen dari gelaran bersepeda yang diselenggarakan berbagai instansi. Baik di Sumut, bahkan hingga ke provinsi tetangga, Aceh.
Secara internal, kemampuan personel MMC yang pada 25 Desember 2017 lalu sudah memuncaki usia ke-22 tahun itu, melintasi berbagai rute dan medan berat seperti susur sungai, jalanan menanjak dan terjal, serta turunan curam sudah tidak diragukan. Kalender Geobike Caldera Toba yang terjadwal setiap tahun, pun tidak pernah mereka lewatkan.
Kekeluargaan
Mengedepankan silaturahmi dan kekeluargaan, anggota MCC dari berbagai profesi, ragam kalangan, dan bergam usia itu tidak membatasi siapa pun yang ingin bergabung. Dinamika organisasi dengan ke luar-masuknya anggota, menjadi hal tidak terelakkan bagi komunitas yang segera berpindah alamat sekretariat dari Jalan Bajak V ke Jalan Bajak II Pasar IX dekat Kanal Marindal. “Tidak ada iyuran anggota, untuk keperluan tur dan lainnya, semua spontanitas dan atas dasar keke­luar­gaan,” kata Said.
Sikap kekeluargaan bahkan tercermin saat merayakan ultah MMC lalu. Meski dirayakan secara sederhana dengan kenduri nasi tumpeng, anggota tertua mendapat penghormatan untuk paling pertama disuapi. “Akrab dan penuh kekeluargaan tentu saja. Perayaan HUT itu sebagai ungkapan rasa syukur atas jalinan silaturahmi yang dibangun antarsesama anggota.”
Tidak ada persyaratan khusus untuk yang mau bergabung, yang penting punya MTB. Soal merek dan jenis, terpulang dan disesuaikan dengan kemampuan pribadi masing-masing. Untuk kemudahan, yang penting ukuran MTB harus sesuai dengan umur dan tinggi badan pemiliknya.
Sepeda mahal tidak menjamin enak digowes, apalagi kalau ukurannya tidak selaras dengan yang menaiki. “Boleh saja membeli MTB yang mahal asal sesuai kemampuan isi kantong. Kami juga sering memberi masukkan tentang kesesuaian antara sepeda dengan pemiliknya, makanya setiap pertemuan rutin Minggu pagi selalu ada diskusi kecil di antara kami,” paparnya.
Selain saling mengisi untuk urusan sepeda yang cocok, beberapa anggota senior juga membimbing anggota baru tentang bersepeda yang baik dan nyaman. Ukuran tinggi sadel sering men­jadi perhatian khusus, termasuk cara memanfaatkan gigi kecepatan di medan yang berbeda; untuk jalanan rata, mendaki, hingga menurun.
Faktor keselamatan bersepeda juga menjadi hal yang tidak pernah mereka abaikan. Apalagi, tujuan utama berse­pada adalah demi kesehatan. Bagaimana bisa sehat kalau keselamatan bersepeda terbaikan? Makanya keharusan menge­na­kan helm, sepatu, kostum yang nya­man, dan kelaikan sepeda kerap jadi perhatian.
Said menekankan, setiap jenis olahraga memiliki kekhasan tersendiri. Namun, apa pun jenisnya harus tetap dilakukan dengan cara yang tepat, ruti­nitas latihan, dan stamina yang prima. Kalau tidak, bisa berakibat buruk.
Tentu hal tersebut juga berlaku untuk olahraga bersepeda. Satu yang menjadi keharusan sebelum menggowes, apa itu? Harus punya MTB dulu.



Sekian artikel saya yang ke-66, berikutnya saya akan membahas tentang Komunitas sepeda Gunung Kalimantan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar